Aplikasi SIG untuk
pengelolaan sumberdaya kelautan berkembang dengan pesat (Maeden, and DoChi,
1996). Hal ini disebabkan kemampuan SIG dalam memberikan kemudahan untuk (1)
mengintegrasikan data dari berbagai format data (grafik, teks, dan data
digital); (2) memiliki kemampuan baik dalam pertukaran data; (3) mampu
melakukan proses
dan analisis data
secara cepat; dan (4) mampu dalam pemodelan.
Gambar 4.
Penggunaan SIG pengelolaaan pantai di Texas
Di Indonesia boleh dikatakan masih dalam tahap awal. Pada tahun 2000-an
Indonesia mendapat pinjaman dana dari ADB untuk pengelolaan ekosistem terumbu karang
melalui proyek CORMAP (Gambar 5) yang didanai dari ADB.
Gambar 5. Aplikasi SIG untuk
pemetaan ekosistem terumbu karang di K. Togean
(LIPI-LAPAN)
Yang
dimaksud dengan data dan informasi mengenai luas dan sebaran terumbu karang
dalam pemetaan ini mencakup luas dan sebaran pasir karang, rataan terumbu
tengah, tubir dan lereng terumbu. Dengan kata lain dalam kegiatan ini terumbu
karang terdiri dari binatang karang, derivatnya dan habitat yang ada di
dalamnya.
Pemetaan terumbu karang menggunakan
teknologi inderaja Landsat-TM ini dilakukan sampai batas kedalaman yang dapat
dideteksi oleh sensor satelit. Untuk daerah yang datar atau agak landai,
penghitungan luas dilakukan secara langsung berdasarkan jumlah piksel. Untuk
daerah dengan sudut kemiringan yang agak besar, perhitungan luas terumbu karang
dibantu dengan suatu transformasi yang memasukan komponen batimetri. Sedangkan
untuk daerah yang sangat curam atau yang berbentuk dinding terjal, penentuan
luas terumbu karang dilakukan secara visual dan dengan bantuan echosounder.
Adapun batasan-batasan mengenai peristilahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah:
Adapun batasan-batasan mengenai peristilahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah:
- Luas terumbu karang: di ukur mulai
dari garis pantai dengan dasar pasir karang, rataan terumbu, tubir dan
lereng terumbu sampai kedalaman di mana karang masih hidup dan membentuk
terumbu;
- Takat (patch reef); diukur sesuai
dengan kondisi yang terekam oleh citra Landsat -TM
- Karang tepi (fringing reef );
diukur mulai dari garis pantai sampai batas kedalaman di mana karang masih
hidup dan membentuk terumbu.
- Karang penghalang (barrier); di
ukur luasnya di kedua sisi, baik yang menghadap ke laut lepas maupun yang
menghadap ke pulau utama;
- Atol; diukur di kedua sisi, baik
yang menghadap ke laut lepas maupun ke lagoon (goba). Goba yang kedalamannya kurang dari 10 meter dianggap
sebagai satu kesatuan luas karang di atol tersebut;
·
Panjang
garis pantai; diukurmengikuti garis pantai yang ada pada citra Landsat-TM
Pengembangan basisdata spasial
terumbu karang dengan web-based GIS dapat dilakukan melalui lima tahapan
berikut,yaitu:
1. Tahap Konseptual
Sebagian
besar aktivitas dititikberatkan pada identifikasi pengorganisasian data spasial
terumbu karang yang sudah ada beserta analisis kebutuhan di masa mendatang.
Selain itu juga dilakukan evaluasi kelayakan berupa estimasi biaya dan potensi
keuntungan yang bakal diperoleh.
2. Tahap Perancangan
Pada
tahap ini dipersiapkan secara detil rencana implementasi, rancangan sistem, dan
rancangan basisdata spasial terumbu karang yang akan dibangun. Rencana
implementasi berisi deskripsi tugas, alokasi sumberdaya, identifikasi rencana
hasil akhir, dan time schedule. Perancangan sistem menyangkut pemilihan
perangkat keras dan lunak. Perancangan basisdata tabuler terumbu sebaiknya
menggunakan model ER (entity relationship). Basisdata terumbu disusun dalam
tabel data lokasi sampel, parameter ambien, transek, lifeform, dan taksonomi
berdasarkan standar dari US Fish & Wildlife Service Division of Law
Enforcement dan Australian Institute of Marine Science (1994).
3. Tahap Pengembangan
Pada
tahapan ini dilakukan akuisisi sistem, akuisisi basisdata, pengorganisasian
sistem, persiapan prosedur operasi, dan persiapan lokasi. Melalui akuisisi
sistem diharapkan dapat dipilih perangkat keras dan lunak pendukung web-based
GIS yang paling efektif dengan biaya serendah mungkin. Di dalam
pengorganisasian sistem, kendala yang seringkali dihadapi adalah kebutuhan
personel pendukung dan skill. Berkaitan dengan hal ini, sebenarnya kita tidak
akan mengalami kesulitan karena banyaknya peneliti terumbu karang yang tersebar
di lembaga penelitian, PT, LSM, maupun diving club. Tinggal memberikan sedikit
pelatihan tentang konsep pengembangan basisdata ini. Persiapan prosedur operasi
menyangkut penentuan prosedur manajemen sistem, seperti: operasi harian,
pemeliharaan peralatan, serta pengalokasian wewenang penggunaan perangkat
sistem dan akses data.
4. Tahap Operasional
Tahap
operasional meliputi instalasi sistem dan pembuatan pilot project. Instalasi
sistem mencakup pemasangan dan pengujian sistem, baik secara terpisah maupun
terhubung dalam jaringan internet. Proyek percontohan perlu diujicobakan pada
beberapa lembaga penelitian, PT, dan LSM yang ikut bergabung; karena proyek ini
tergolong besar.
5. Tahap audit
Pada
setiap periode tertentu, keberadaan sistem sebaiknya ditinjau kembali untuk
memonitor relevansi sistem. Jika hasil review menunjukkan adanya pergeseran
sistem dari tujuan semula, maka diperlukan perbaikan dan atau perluasan sistem
(system expansion).
6. Akuisisi Basisdata
Akuisisi
basisdata merupakan aktivitas pengkonversian data spasial (peta) dan data
atribut terumbu yang masih berupa data analog ke dalam format dijital. Kegiatan
yang dilakukan berupa pembuatan peta digital batas kawasan, pemetaan terumbu
karang, penyusunan basisdata tabuler terumbu, dan integrasi data atribut
terumbu ke dalam data spasial. Pembuatan peta digital batas kawasan (termasuk
informasi batimetri) dilakukan melalui proses digitasi, editing, transformasi
koordinat, pengolahan data atribut, dan layout peta. Pemetaan terumbu karang
dan kegiatan monitoringnya dilakukan dengan pemrosesan citra digital Landsat TM
berdasarkan penerapan algoritma Lyzenga dan proses contextual editing. Sebagian
besar data atribut terumbu merupakan hasil pengukuran lifeform dengan metode
line intercept transect (LIT). Sayangnya, metode konvensional ini tidak mampu
menyajikan informasi luas dan sebaran terumbu. Untuk mengatasinya, pengukuran
lifeform dilakukan pada transek sampel yang dipilih berdasarkan metode LIT
untuk penginderaan jauh. Data atribut terumbu kemudian diklasifikasi, diolah,
dan diotomasi dengan pemberian identitas (ID) menggunakan SQL. Selanjutnya
dilakukan pengintegrasian data atribut ke dalam peta dijital dengan bantuan
perangkat lunak pengolah data spasial yang mempunyai fasilitas pertukaran data
secara dinamis melalui container OLE maupun driver ODBC, misalnya: ArcView,
AutoCAD Map, dan MapInfo.
0 komentar:
Posting Komentar