About Me

Foto Saya
Rocha Rizca
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
hello world. I'm Ocha Student of Geomatics Eng. mayor in ITS Surabaya. Proud to be the next Engineer, world leader and world trendsetter
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Viewers

Rabu, 26 Desember 2012

Aplikasi SIG untuk Pemeliharaan Ekosistem Terumbu Karang



            Aplikasi SIG untuk pengelolaan sumberdaya kelautan berkembang dengan pesat (Maeden, and DoChi, 1996). Hal ini disebabkan kemampuan SIG dalam memberikan kemudahan untuk (1) mengintegrasikan data dari berbagai format data (grafik, teks, dan data digital); (2) memiliki kemampuan baik dalam pertukaran data; (3) mampu melakukan proses
dan analisis data secara cepat; dan (4) mampu dalam pemodelan.

Gambar 4. Penggunaan SIG pengelolaaan pantai di Texas
Di Indonesia boleh dikatakan masih dalam tahap awal. Pada tahun 2000-an Indonesia mendapat pinjaman dana dari ADB untuk pengelolaan ekosistem terumbu karang melalui proyek CORMAP (Gambar 5) yang didanai dari ADB.

Gambar 5. Aplikasi SIG untuk pemetaan ekosistem terumbu karang di K. Togean
(LIPI-LAPAN)

            Yang dimaksud dengan data dan informasi mengenai luas dan sebaran terumbu karang dalam pemetaan ini mencakup luas dan sebaran pasir karang, rataan terumbu tengah, tubir dan lereng terumbu. Dengan kata lain dalam kegiatan ini terumbu karang terdiri dari binatang karang, derivatnya dan habitat yang ada di dalamnya.
Pemetaan terumbu karang menggunakan teknologi inderaja Landsat-TM ini dilakukan sampai batas kedalaman yang dapat dideteksi oleh sensor satelit. Untuk daerah yang datar atau agak landai, penghitungan luas dilakukan secara langsung berdasarkan jumlah piksel. Untuk daerah dengan sudut kemiringan yang agak besar, perhitungan luas terumbu karang dibantu dengan suatu transformasi yang memasukan komponen batimetri. Sedangkan untuk daerah yang sangat curam atau yang berbentuk dinding terjal, penentuan luas terumbu karang dilakukan secara visual dan dengan bantuan echosounder.
Adapun batasan-batasan mengenai peristilahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah:
  • Luas terumbu karang: di ukur mulai dari garis pantai dengan dasar pasir karang, rataan terumbu, tubir dan lereng terumbu sampai kedalaman di mana karang masih hidup dan membentuk terumbu;
  • Takat (patch reef); diukur sesuai dengan kondisi yang terekam oleh citra Landsat -TM
  • Karang tepi (fringing reef ); diukur mulai dari garis pantai sampai batas kedalaman di mana karang masih hidup dan membentuk terumbu.
  • Karang penghalang (barrier); di ukur luasnya di kedua sisi, baik yang menghadap ke laut lepas maupun yang menghadap ke pulau utama;
  • Atol; diukur di kedua sisi, baik yang menghadap ke laut lepas maupun ke lagoon (goba). Goba yang kedalamannya kurang dari 10 meter dianggap sebagai satu kesatuan luas karang di atol tersebut;
·            Panjang garis pantai; diukurmengikuti garis pantai yang ada pada citra Landsat-TM
Pengembangan basisdata spasial terumbu karang dengan web-based GIS dapat dilakukan melalui lima tahapan berikut,yaitu:


1. Tahap Konseptual
Sebagian besar aktivitas dititikberatkan pada identifikasi pengorganisasian data spasial terumbu karang yang sudah ada beserta analisis kebutuhan di masa mendatang. Selain itu juga dilakukan evaluasi kelayakan berupa estimasi biaya dan potensi keuntungan yang bakal diperoleh.
2. Tahap Perancangan
Pada tahap ini dipersiapkan secara detil rencana implementasi, rancangan sistem, dan rancangan basisdata spasial terumbu karang yang akan dibangun. Rencana implementasi berisi deskripsi tugas, alokasi sumberdaya, identifikasi rencana hasil akhir, dan time schedule. Perancangan sistem menyangkut pemilihan perangkat keras dan lunak. Perancangan basisdata tabuler terumbu sebaiknya menggunakan model ER (entity relationship). Basisdata terumbu disusun dalam tabel data lokasi sampel, parameter ambien, transek, lifeform, dan taksonomi berdasarkan standar dari US Fish & Wildlife Service Division of Law Enforcement dan Australian Institute of Marine Science (1994).
3. Tahap Pengembangan
Pada tahapan ini dilakukan akuisisi sistem, akuisisi basisdata, pengorganisasian sistem, persiapan prosedur operasi, dan persiapan lokasi. Melalui akuisisi sistem diharapkan dapat dipilih perangkat keras dan lunak pendukung web-based GIS yang paling efektif dengan biaya serendah mungkin. Di dalam pengorganisasian sistem, kendala yang seringkali dihadapi adalah kebutuhan personel pendukung dan skill. Berkaitan dengan hal ini, sebenarnya kita tidak akan mengalami kesulitan karena banyaknya peneliti terumbu karang yang tersebar di lembaga penelitian, PT, LSM, maupun diving club. Tinggal memberikan sedikit pelatihan tentang konsep pengembangan basisdata ini. Persiapan prosedur operasi menyangkut penentuan prosedur manajemen sistem, seperti: operasi harian, pemeliharaan peralatan, serta pengalokasian wewenang penggunaan perangkat sistem dan akses data.
4. Tahap Operasional
Tahap operasional meliputi instalasi sistem dan pembuatan pilot project. Instalasi sistem mencakup pemasangan dan pengujian sistem, baik secara terpisah maupun terhubung dalam jaringan internet. Proyek percontohan perlu diujicobakan pada beberapa lembaga penelitian, PT, dan LSM yang ikut bergabung; karena proyek ini tergolong besar.
5. Tahap audit
Pada setiap periode tertentu, keberadaan sistem sebaiknya ditinjau kembali untuk memonitor relevansi sistem. Jika hasil review menunjukkan adanya pergeseran sistem dari tujuan semula, maka diperlukan perbaikan dan atau perluasan sistem (system expansion).
6. Akuisisi Basisdata
Akuisisi basisdata merupakan aktivitas pengkonversian data spasial (peta) dan data atribut terumbu yang masih berupa data analog ke dalam format dijital. Kegiatan yang dilakukan berupa pembuatan peta digital batas kawasan, pemetaan terumbu karang, penyusunan basisdata tabuler terumbu, dan integrasi data atribut terumbu ke dalam data spasial. Pembuatan peta digital batas kawasan (termasuk informasi batimetri) dilakukan melalui proses digitasi, editing, transformasi koordinat, pengolahan data atribut, dan layout peta. Pemetaan terumbu karang dan kegiatan monitoringnya dilakukan dengan pemrosesan citra digital Landsat TM berdasarkan penerapan algoritma Lyzenga dan proses contextual editing. Sebagian besar data atribut terumbu merupakan hasil pengukuran lifeform dengan metode line intercept transect (LIT). Sayangnya, metode konvensional ini tidak mampu menyajikan informasi luas dan sebaran terumbu. Untuk mengatasinya, pengukuran lifeform dilakukan pada transek sampel yang dipilih berdasarkan metode LIT untuk penginderaan jauh. Data atribut terumbu kemudian diklasifikasi, diolah, dan diotomasi dengan pemberian identitas (ID) menggunakan SQL. Selanjutnya dilakukan pengintegrasian data atribut ke dalam peta dijital dengan bantuan perangkat lunak pengolah data spasial yang mempunyai fasilitas pertukaran data secara dinamis melalui container OLE maupun driver ODBC, misalnya: ArcView, AutoCAD Map, dan MapInfo.

separador

0 komentar:

Posting Komentar

Search Here

Translate

Categories

Twitter Timeline

Followers

Powered By Blogger